Komando.Top | Jakarta - Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta tiga Kepala Staf TNI AD, AU dan AL telah tampil dalam pagelaran wayang orang 'Pandawa Boyong'.
Panglima TNI mengatakan pagelaran ini mengukir sejarah baru dalam melestarikan budaya Indonesia. "Ini tentunya kita bersama-sama melestarikan budaya asli Indonesia yaitu kesenian wayang yang merupakan kesenian asli Indonesia.
Dengan pagelaran kesenian Wayang Orang ini harapan kita semuanya seluruh masyarakat Indonesia dapat menonton, dapat terhibur juga dapat ikut melestarikan budaya asli Indonesia yaitu wayang orang," kata Yudo.
Hal ini disampaikan Panglima TNI kepada wartawan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Minggu (15/1/2023). Turut mendampingi Jenderal Sigit, juga tiga Kepala Staf TNI yang ikut berperan dalam pagelaran wayang orang ini yakni KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Muhammad Ali, serta KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.
"Ini baru pertama kali tadi, makanya baru kali ini dalam sejarah, dalam sejarah kita hadir bersama-sama ikut dalam kesenian wayang orang ini," sambungnya.
Yudo mengatakan, selain melestarikan budaya Indonesia, pagelaran wayang orang 'Pandawa Boyong' ini merupakan wujud makin kokohnya sinergitas TNI-Polri.
"Selain menjaga kedaulatan, keamanan dan melindungi tumpah darah Indonesia, juga sinergitas TNI-Polri ya untuk melestarikan budaya asli Indonesia dengan pagelaran wayang orang pada malam hari ini," ujarnya.
Yudo kemudian bercerita soal lakon 'Pandawa Boyong'. Ini mengisahkan babak ketika lima orang ksatria bersaudara boyongan atau pindah dari Alengka yang dikuasai Kurawa ke Astinapura. Kepindahan itu untuk memerdekakan diri dari kekuasaan Kurawa. Mereka harus berperang melawan Kurawa yang jumlahnya jauh lebih besar dengan punya persenjataan lebih banyak. Namun berkat kesungguhan yang didasarkan niat baik, Pandawa dapat memenangkan perang.
"Hastinapura itu adalah haknya Pandawa, tapi direbut oleh Kurawa sehingga terjadi perang besar dan dimenangkanlah oleh Pandawa. Tentunya di mana-mana angkara murka pasti akan kalah dengan yang melaksanakan dengan jujur, dengan ikhlas," ujarnya.
Yudo mengatakan, wayang orang adalah bagian dari budaya Indonesia yang harus dilestarikan.
"Harus kita bangga dengan budaya kita yang memiliki kesenian yang banyak, tidak hanya wayang saja. Kebetulan karena saya orang Jawa, saya tahu tentang wayang ini sehingga kita lestarikan," ujar Yudo.
"Saya kira melestarikan budaya tidak ada ruginya karena ini juga untuk seluruh masyarakat Indonesia untuk mencintai budayanya masing-masing. Kemudian ke depannya nanti kita lihat, kalau memang perlu budaya-budaya lain selain wayang yang perlu kita lestarikan," sambungnya.
Yudo kemudian bercerita bahwa ada banyak suka dan duka selama latihan pagelaran wayang orang 'Pandawa Boyong' ini. Salah satu kesulitannya, tidak semua pemainnya merupakan orang Jawa. Namun demikian, lanjut Yudo, pagelaran yang dimainkan ini tidak menggunakan bahasa Jawa, melainkan bahasa Indonesia.
"Menggunakan bahasa Indonesia, sehingga nanti penonton, masyarakat yang tidak tahu bahasa Jawa bisa mengikuti jalan ceritanya, sehingga banyak menggunakan bahasa Indonesia. Kalau pun ada bahasa Jawa, selingan saja. Dan ini juga tidak betul-betul pakem sesuai lakon yang sebenarnya, jadi juga banyak improvisasi, banyak menghibur masyarakat juga. Jadi tidak murni, betul-betul seperti yang serius betul, tidak. Sehingga juga ada nilai humornya, nilai menghibur masyarakat, menghibur penonton," jelasnya.
Laksamana Yudo Margono menambahkan, usaha menjaga kelestarian budaya, termasuk wayang orang, menjadi semakin penting untuk dilaksanakan di tengah serbuan pengaruh budaya asing sebagai dampak dari globalisasi hasil kemajuan teknologi informasi dan digital. Dia berharap generasi muda ikut melestarikan budaya bangsa.
"Generasi muda jangan melupakan budaya kita. Tentunya juga harus memahami atau mempelajari budaya kita. Boleh kita mempelajari atau memahami melalui budaya luar, tapi akan lebih bagus lagi karena budaya luhur bangsa ini dibangun tidak dengan mudah yang tidak dengan mudah bertahun-tahun sehingga Indonesia juga bisa seperti ini tentunya juga dari dasar-dasar budaya luhur bangsa," ucapnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit pada kesempatan yang sama juga bicara soal pagelaran wayang orang 'Pandawa Boyong'. Sigit mengatakan, dirinya sejak awal menyambut baik ajakan Panglima TNI untuk ambil bagian dalam pagelaran ini karena dirinya juga mencintai budaya Indonesia, termasuk budaya Jawa.
"Tentunya kami sangat mengapresiasi undangan dari Bapak Panglima. Oleh karena itu kami juga mengajak beberapa personel dari Polri untuk ikut bergabung di dalam kegiatan pagelaran wayang orang. Ini juga tentunya untuk semakin meningkatkan sinergitas dan soliditas TNI-Polri," kata Sigit.
"Saya kira pagelaran ini sangat luar biasa karena Pak Panglima, seluruh Kepala Staf dan teman-teman perwira tinggi yang lain dari semua angkatan juga ikut bergabung. Jadi ini tentunya sesuatu yang sangat luar biasa," ujarnya.
Sementara itu, Jenderal Sigit dalam pagelaran wayang orang 'Pandawa Boyong' ini memerankan tokoh Prabu Puntadewa. Puntadewa dalam pewayangan digambarkan sebagai sosok manusia yang berhati suci dan membela kebenaran. Puntadewa juga digambarkan sebagai sosok manusia yang sabar, beriman, tekun beribadah, ikhlas dan jujur.
Menurut Sigit, ada banyak pelajaran berharga yang bisa diperoleh dari lakon 'Pandawa Boyong' ini. Dia berharap, ke depan sinergitas TNI-Polri semakin kokoh sehingga kemudian akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
"Banyak filosofi-filosofi yang tentunya bisa kita peroleh, nilai-nilai luhur nilai-nilai kesatriaan nilai-nilai kepemimpinan," ujar Sigit.
"Tentunya mudah-mudahan sinergitas TNI-Polri ini betul-betul bisa semakin memperkokoh program-program, kebijakan-kebijakan dari negara, dari pemerintah, dalam rangka mengawal, mendukung dan mensejahterakan serta membangun Indonesia menjadi lebih baik dan lebih sejahtera," sambungnya. (*/dnc)